sejarah sisilah sultan-sultan kerajaan aceh
Kerajaan Aceh berkembang sebagai
kerajaan Islam dan mengalami kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Iskandar
Muda. Perkembangan pesat yang dicapai Kerajaan Aceh tidak lepas dari letak
kerajaannya yang strategis, yaitu di Pulau Sumatera bagian utara dan dekat
jalur pelayaran perdagangan internasional pada masa itu. Ramainya aktivitas
pelayaran perdagangan melalui bandar – bandar perdagangan Kerajaan Aceh,
mempengaruhi perkembangan kehidupan Kerajaan Aceh dalam segala bidang seperti
politik, ekonomi, sosial, budaya.
1). Sultan Ali Mughayat Syah
Adalah raja kerajaan Aceh yang
pertama. Ia memerintah tahun 1514 – 1528 M. Di bawah kekuasaannya, Kerjaan Aceh
melakukn perluasan ke beberapa daerah yang berada di daerah Daya dan Pasai.
Bahkan melakukan serangan terhadap kedudukan bangsa Portugis di Malaka dan juga
menyerang Kerajaan Aru.
Setelah Sultan Ali Mughayat
Wafat, pemeintahan beralih kepada putranya yg bergelar Sultan Salahuddin. Ia
memerintah tahun 1528 – 1537 M, selama menduduki tahta kerajaan ia tidak
memperdulikan pemerintahaan kerajaannya. Keadaan kerajaan mulai goyah dan
mengalami kemerosostan yg tajam. Oelh karena itu, Sultan Salahuddin digantiakan
saudaranya yg bernama Alauddin Riayat Syah al-Kahar.
3). Sultan Alaudin Riayat Syah al-Kahar
Ia memerintah Aceh dari tahun
1537 – 1568 M. Ia melakukan berbagai bentuk perubahan dan perbaikan dalam
segala bentuk pemeintahan Kerajaan Aceh.
Pada masa pemeintahannya,
Kerajaan Aceh melakukan perluasaan wilayah kekuasaannya seperti melakukan
serangan terhadap Kerajaan Malaka (
tetapi gagal ). Daerah Kerajaan Aru berhasil diduduki. Pada masa
pemerintahaannya, kerajaan Aceh mengalami masa suram. Pemberontakan dan
perebutan kekuasaan sering terjadi.
4). Sultan Iskandar Muda
Sultan Iskandar Muda memerintah
Kerajaan Aceh tahun 1607 – 16 36 M. Di bawah pemerintahannya, Kerjaan Aceh
mengalami kejayaan. Kerajaan Aceh tumbuh menjadi kerjaan besar adn berkuasa
atas perdagangan Islam, bahakn menjadi bandar transito yg dapat menghubungkan
dgn pedagang Islam di dunia barat.
Untuk mencapai kebesaran Kerajaan
Ace, Sultan Iskandar Muda meneruskan perjuangan Aceh dgn menyerang Portugis dan
Kerajaan Johor di Semenanjung Malaya. Tujuannya adalah menguasai jalur
perdagangan di Selat Malaka dan menguasai daerah – daerah penghasil lada.
Sultan Iskandar Muda juga menolak permintaan Inggris dan Belanda untuk membeli
lada di pesisir Sumatera bagian barat. Selain itu, kerajaan Aceh melakukan
pendudukan terhadap daerah – daerah seperti Aru, pahang, Kedah, Perlak, dan
Indragiri, sehingga di bawah pemerintahannya Kerajaan aceh memiliki wilayah
yang sangat luas.
Pada masa kekeuasaannya, terdapat
2 orang ahli tasawwuf yg terkenal di Ace, yaitu Syech Syamsuddin bin Abdullah
as-Samatrani dan Syech Ibrahim as-Syamsi. Setelah Sultam iskandar Muda wafat
tahta Kerajaan Aceh digantikan oleh menantunya, Sultan Iskandar Thani
5). Sultan Iskandar Thani.
Ia memerinatah Aceh tahun 1636 –
1641 M. Dalam menjalankan pemerintahan, ia melanjutkan tradisi kekuasaan Sultan
Iskandar Muda. Pada masa pemerintahannya, muncul seorang ulama besar yg bernama
Nuruddin ar-Raniri. Ia menulis buku sejarah Aceh berjudul Bustanu’ssalatin.
Sebagai ulama besar, Nuruddin ar-Raniri sangat di hormati oleh Sultan Iskandar
Thani dan keluarganya serta oleh rakyat Aceh. Setelah Sultan Iskandar Thani
wafat, tahta kerjaan di pegang oleh permaisurinya ( putri Sultan Iskandar Thani
) dgn gelar Putri Sri Alam Permaisuri ( 1641-1675 M ).
7. Sultan Zain al-Abidin (1576-1577).
8. Sultan Ala‘ al-Din Mansur Syah (1577-1589)
9. Sultan Buyong (1589-1596)
10. Sultan Ala‘ al-Din Riayat
Syah Sayyid al-Mukammil (1596-1604).
11. Sultan Ali Riayat Syah
(1604-1607)
12. Sultan Iskandar Muda Johan
Pahlawan Meukuta Alam (1607-1636).
13. Iskandar Thani (1636-1641).
14. Sri Ratu Safi al-Din Taj
al-Alam (1641-1675).
15. Sri Ratu Naqi al-Din Nur
al-Alam (1675-1678)
16. Sri Ratu Zaqi al-Din Inayat
Syah (1678-1688)
17. Sri Ratu Kamalat Syah Zinat
al-Din (1688-1699)
18. Sultan Badr al-Alam Syarif
Hashim Jamal al-Din (1699-1702)
19. Sultan Perkasa Alam Syarif
Lamtui (1702-1703)
20. Sultan Jamal al-Alam Badr
al-Munir (1703-1726)
21. Sultan Jauhar al-Alam Amin
al-Din (1726)
22. Sultan Syams al-Alam
(1726-1727)
23. Sultan Ala‘ al-Din Ahmad Syah
(1727-1735)
24. Sultan Ala‘ al-Din Johan Syah
(1735-1760)
25. Sultan Mahmud Syah
(1760-1781)
26. Sultan Badr al-Din
(1781-1785)
27. Sultan Sulaiman Syah (1785-…)
28. Alauddin Muhammad Daud Syah.
29. Sultan Ala‘ al-Din Jauhar
al-Alam (1795-1815) dan (1818-1824)
30. Sultan Syarif Saif al-Alam
(1815-1818)
31. Sultan Muhammad Syah
(1824-1838)
32. Sultan Sulaiman Syah
(1838-1857)
33. Sultan Mansur Syah
(1857-1870)
34. Sultan Mahmud Syah
(1870-1874)
35. Sultan Muhammad Daud Syah
(1874-1903)
Kehidupan Ekonomi
Dalam kejayaannya, perekonomian
Kerajaan Aceh bekembang pesat. Dearahnya yg subur banyak menghasilkan lada.
Kekuasaan Aceh atas daerah – daerah pantai timur dan barat Sumatera menambah
jumlah ekspor ladanya. Penguasaan Aceh atas beberapa daerah di Semenanjung
Malaka menyebabkan bertambahnya badan ekspor penting timah dan lada.
Aceh dapat berkuasa atas Selat
Malaka yg merupakan jalan dagang
internasional. Selain bangsa Belanda dan Inggris, bangsa asing lainnya seperti
Arab, Persia, Turki, India, Siam, Cina, Jepang, juga berdagang dgn Aceh. Barang
– barang yg di ekspor Aceh seperti beras, lada ( dari Minagkabau ), rempah –
rempah ( dari Maluku ). Bahan impornya seperti kain dari Koromendal
( india ), porselin dan sutera (
dari Jepang dan Cina ), minyak wangi ( dari Eropa dan Timur Tengah ). Kapal –
kapal Aceh aktif dalam perdagangan dan pelayaran sampai Laut Merah.
Kehidupan Sosial
Meningkatnya kekmakuran telah
mneyebabkan berkembangnya sisitem feodalisme & ajaran agama Islam di Aceh.
Kaum bangsawan yg memegang kekuasaan dalam pemerintahan sipil disebut golongan
Teuku, sedabg kaum ulama yg memegang peranan penting dlm agama disebut golongan
Teungku. Namun antara kedua golongan masyarakat itu sering terjadi persaingan
yg kemudian melemahkan aceh. Sejak berkuasanya kerajaan Perlak ( abad ke-12 M
s/d ke-13 M ) telah terjadi permusuhan antara aliran Syiah dgn Sunnah Wal
Jamma’ah. Tetapi pd masa kekuasaan Sultan Iskandar Muda aliran Syiah memperoleh
perlindungan & berkembang sampai di daera – daerah kekuasaan Aceh.
Aliran ini di ajarkan oleh Hamzah
Fasnsuri yg di teruskan oleh muridnya yg bernama Syamsudin Pasai. Sesudah
Sultan Iskandar Mud wafat, aliran Sunnah wal Jama’ah mengembangkan islam beraliran
Sunnah wal Jama’ah, ia juga menulis buku sejarah Aceh yg berjudul
Bustanussalatin ( taman raja – raja dan berisi adat – istiadat Aceh besrta
ajarn agama Islam )
Kehidupan Budaya
Kejayaan yg dialami oleh kerajaan Aceh
tsb tidak banyak diketahui dlm bidang kebudayaan. Walupun ada perkembangan dlm
bidang kebudaaan, tetapi tdk sepesat perkembangan dalam ativitas perekonomian.
Peninggalan kebuadayaan yg terlihat nyata adala Masjid Baiturrahman.
Penyebab Kemunduran Kerajaan Aceh
* Setelah Sultan Iskandar Muda wafat tahun
1030, tdk ada raja – raja besar yg mampu mengendalikan daerah Aceh yg demikian
luas. Di bawah Sultan Iskandar Thani ( 1637 – 1641 ), sebagai pengganti Sultan
Iskandar Muda, kemunduran itu mulai terasa & terlebih lagi setelah
meninggalnya Sultan Iskandar Thani.
* Timbulnya pertikaian yg terus menerus di
Aceh antara golongan bangsawan ( teuku ) dgn golongan utama ( teungku ) yg
mengakibatkan melemahnya Kerajaan Aceh. Antara golongan ulama sendiri prtikaian
terjadi karena prbedaan aliran dlmm agama ( aliran Syi’ah dan Sunnah wal
Jama’ah )
* Daerah kekuasaannya banyak yg melepaskan
diri seperti Johor, Pahang, Perlak, Minangkabau, dan Siak. Negara – negara itu
menjadikan daerahnya sbg negara merdeka kembali, kadang – kadang di bantu
bangsa asing yg menginginkan keuntungan
perdagangan yg lebuh besar.
Kerajaan Aceh yg berkuasa selama
kurang lebih 4 abad, akhinya runtuh karena dikuasai oleh Belanda awal abad ke-20.