Wednesday 20 April 2016

pengertian akhlak, ruang lingkup, dan manfaat pembelajaran ilmu ahklak

PENGERTIAN, RUANG LINGKUP DAN MANFAAT PEMBELAJARAN ILMU AKHLAK.


A.     PENGERTIAN ILMU AHKLAK
Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan ahklak, yaitu pendekatan linguistik (kebahasan), dan pendekatan terminologik (peristilahan).
Dari sudut bahasanya, ahklak berasal dari bahasa arab, yaitu isim mashdar (bentuk infinitif) dari kata ahlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai dengan timbangan (wazan) tsulasi majid af ala, yuf lu if alan yang berarti al-sajiyah (perangai), ath-thabi’ah (kelakuan, tabi’at, watak dasar) al-adat (kebiasaan, kelaziman), al-maru’ah (peradaban yang baik), dan al-din (agama).[1]

Namu akar kata ahklak dari akhlaqa sebagaimana tersebut di atas tampaknya kurang pas, sebab isim mashdar dari kata akhlaqa bukan akhlaq tetapi ikhlaq. Berkenaan dengan ini maka timbul pendapat yang mengatakan bahwa secara linguistik  kata akhlaq merupakan isim jamid atau isim ghair mustaq, yaitu isim yang tidak memiliki akar kata, melaikan kata tersebut memang sudah demikian adanya.
Kata akhlaq adalah jamak dari kata khilqun atau khuluqun yang artinya sama dengan arti akhlaq sebagaimana telah disebutkan di atas. Baik kata akhlaq atau khuluq kedua duanya dijumpai pemakaiannya baik dalam al-qur’an, maupun al-hadis, sebagai berikut;

‘’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’
Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.
(qs.al-qur’an, 68:4)

,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,

(Agama kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan yang dahulu
(qs. Al-syu’ara, 26:137)

,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,

Orang mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah orang sempurna budi pekertinya. (HR.turmudzi)

,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,

Bahwasanya aku diutus (ALLAH) untuk menyempurnakan keluhuran budi pekerti. (HR. Ahmad).

Ayat yang pertama disebut di atas menggunakan kata khuluq untuk arti budi pekerti, sedangkan ayat yang kedua menggunakan kata akhlak untuk arti adat kebiasaan.
Selanjutnya hadis yang pertama menggunakan kata khuluq untuk arti budi pekerti,dan hadis yang kedua menggunakan kata akhlak yang juga digunakan untuk arti budi pekerti. Dengan demikian kata akhlaq atau khuluq secara bahasa berarti budi pekerti, adat kebiasaan, perangai, muru’ah atau segala sesuatu yang sudah menjadi tabi’at.
Pengertian akhlak dari sudut kebahasaan ini dapat membantu kita dalam menjelaskan pengertian akhlak dari segi istilah. Untuk menjelaskan pengertian akhlak dari segi istilah ini kita dapat merunjuk kepada berbagai pendapat para pakar di bidang ini. Ibn Miskawaih (w. 421 H/1030 M) yang selanjutnya dikenal sebagai pakar bidang akhlak terkemuka dan terdahulu misalnya secara singkat mengatakan, bahwa akhlak adalah:
,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,

Sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerluka pemikiran dan pertimbangan.[2]
Sementara itu imam al-Ghazali (1059-1111 M). yang selanjutnya dikenal sebagai hujjatul islam (pembela islam), karena kepiawaiannya dalam membela islam dari berbagai paham yang dianggap menyesatkan, dengan agak lebih luas dari Ibn Miskawaih, mengatakan, akhlak adalah:
,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
Sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tampa memerluka pemikiran dan pertimbangan.[3]
Sejalan dengan pendapat tersebut di atas, dalam Mu’jam al-Wasith, ibrahim Anis mengatakan bahwa akhlak adalah:
,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
Sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tampa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.[4]
Selanjutnya di dalam kitab dairatul Ma’arif, secara singkat akhlak diartikan,
,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
Sifat-sifat manusia yang terdidik.
Keseluruhan defenisi ahklak tersebut di atas tampak tidak ada yang bertentanggan, melainkan memiliki kemiripan antara satu dan yang lainnya. Defenisi-defenisi ahklak tersebut secara substansial tampak saling melengkapi, dan darinya kita dapat melihat lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu:
Pertama, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya. Jika kita mengtakan bahwa si A misalnya sebagai orang yang berakhlak dermawan, maka sikap dermawan tersebut telah mendarah daging, kapan dan di manapun sikapnya itu dibawanya, sehingga menjadi identitas yang membedakan dirinya dengan orang lain. Jika si A tersebut kadang-kadang dermawan, dan kadang-kadang bakhil, maka si A tersebut belum dapat dikatakan sebagai seorang yang dermawan. Demikian juga jika kepada si B kita mengatakan bahwa ia termasuk orang yang taat beribadah, maka sikap taat beribadah tersebut telah dilakukannya dimanapun ia berada.
Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. Ini tidak berarti bahwa pada saat melakukan sesuatu perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur atau gila. Pada saat yang bersangkutan melakuka suatu perbuatan ia tetap sehat akal pikirannya dan sadar. Oleh karena itu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dalam keadaan tidur, hilang ingatan, mabuk, atau perbuatan reflek seperti berkedip, tertawa dan sebagainya bukanlah perbuatan akhlak. Perbuatan akhlak adalah perbuata yang dilakukan oleh orang-orang yang sehat akal pikirannya. Namun karena perbuatan tersebut sudah berdarah daging, sebagaimana telah disebutkan pada sifat yang pertama, maka pada saat akan mengerjakannya sudah tidak lagi memerlukan pertimbangan atau pemikiran lagi. Hal yang demikian tak ubahnya dengan seseorang yang sudah mendarah daging mengerjakan shalat lima waktu, maka pada saat datang panggilan shalat ia sudah tidak merasa berat lagi mengerjakannya, dan tanpa pikir-pikir lagi ia sudah dengan mudah dan ringan dapat mengerjakannya.
            Ketiga, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan yang bersangkutan. Oleh karena itu jika ada seseorang yang melakukan sesuatu perbuatan, tetapi perbuatan tersebut dilakukan karena paksaan, tekanan atau ancaman dari luar, maka perbuatan tersebut tidak termasuk ke dalam akhlak dari orang yang melakukannya. Dalam hubungan ini Ahmad Amin mengatakan, bahwa ilmu akhlak adalah ilmu yang membahas tentang perbuatan manusia yang dapat di nilai baik atau buruk. Tetapi tidak semua amal yang baik atau buruk itu dapat dikatakan perbuatan akhlak. Banyak perbuatan yang tidak dapat disebut perbuatan akhlak, dan tidak dapat dikatakan baik atau buruk. Perbuatan manusia yang dilakukan tidak atas dasar kemauannya atau pilihannya seperti bernafas, berkedip, berbolak-baliknya hati, dan kaget ketika tiba-tiba terang setelah sebelumnya gelap tidaklah disebut akhlak. Karena perbuatan tersebut yang dilakukan tanpa pilihan.
            Keempat, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara. Jika kita menyaksikan orang berbuat kejak, sadis, jahat dan seterusnya, tapi perbuatan tersebut kita lihat dalam pertunjukkan film, maka perbuatan tersebut tidak dapat disebut perbuatan akhlak, karena perbuatan tersebut bukan perbuata yang sebenarnya. Berkenaan dengan ini, maka sebaiknya seseorang tidak cepat-cepat menilai orang lain sebagai berakhlak baik atau berakhlak buruk, sebelum diketahui dengan sesungguhnya bahwa perbuatan tersebut memang dilakukan dengan sebenarnya. Hal ini perlu dicatat, karena manusia termasuk makhluk yang pandai bersandiwara, atau berpura-pura. Untuk mengetahui perbuatan yang sesungguhnya dapat dilakukan melalui cara yang kontinyu dan terus-menerus.
Kelima, sejalan dengan cirri yang keempat, perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena iklas semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji orang atau karena ingin mendapatkan sesuatu pujian. seseorang yang melakukan perbuatan bukan atas dasar karena Allah tidak dapat dikatakan perbuatan akhklak.
            Dalam perkembangan selanjutnya akhlak tumbuh menjadi suatu ilmu yang berdiri sendiri, yaitu ilmu yang memiliki ruang lingkup pokok bahasan, tujuan, rujukan, aliran dan para tokoh yang mengembangkannya. Kesemua aspek yang terkandung dalam akhlak ini kemudian membentuk satu kesatuan yang saling berhubungan dan membentuk suatu ilmu. Dalam da’iratul Ma’arif Ilmu Akhlak adalah:
,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,

Ilmu tentang keutamaan-keutamaan dan cara mengikutinya hingga terisi dengannya dan tentang keburukan dan cara menghindarinya hingga jiwa kosong daripadanya.
            Di dalam Mu’jam al-wasith di sebutkan bahwa ilmu akhlak adalah:
,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
Ilmu yang objek pembahasannya adalah tentang nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang dapat disifatkan dengan baik atau buruk.
            Selain itu ada pula pendapat yang mengatakan bahwa ilmu akhlak adalah ilmu tentang tat karma.



[1] Jamil shaliba, al-mu’jam al-falsafi, juz I, (mesir:dar al-kitab al-mishri, 1978), hlm.539.
[2] Ibn miskawaih, tahzib al-akhlaq wa tathhir al-a’raq,(mesir:al-mathba’ah al-mishriyah, 1934), cet. I, hlm. 40.
[3] Imam al-ghazali, ihya’ulum al-din, jilik III, (Beirut: dar al-fikr,t.t), hlm.56.
[4] Ibrahim anis, al-mu’jam al-wasith,(mesir: dar al-ma’arif, 19720,hlm.202.

No comments:

Post a Comment