Problematika
Pengajaran Sejarah dan Kebudayaan Islam
Sejarah Kebudayaan
Islam merupakan pelajaran penting sebagai upaya untuk membentuk watak dan
kepribadian ummat. Dengan mempelajari sejarah, generasi muda akan mendapatkan
pelajaran yang sangat berharga dari perjalanan suatu tokoh atau generasi
terdahulu. Dari proses itu dapat diambil banyak pelajaran, sisi-sisi mana yang
perlu dikembangkan dan sisi-sisi mana yang tidak perlu dikembangkan. Keteladan
dari tokoh-tokoh / pelaku sejarah inilah yang ingin ditransformasikan kepada
generasi muda, disamping nilai informasi sejarah penting lainnya.
Kendatipun demikian
penting materi sejarah bagi pengembangan kepribadian suatu bangsa, Namun dalam
realitasnya sering kurang disadari, sehingga mata pelajaran sejarah kurang
diminati. Mata pelajaran sejarah justru hanya dipandang sebagai mata pelajaran
pelengkap, baik oleh siswa maupun oleh guru. Ini terbukti dengan jam pelajaran
untuk Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) di sekolah (baca Madrasah) hanya 1 jam
pelajaran dalam seminggu. Padahal materi SKI cukup banyak.Disamping masalah jam pelajaran, ada masalah-masalah lain yang
berkaitan dengan metodologi pengajaran sejarah Islam, yaitu :
Baru
menekankan pada aspek sejarah politik para elite penguasa pada zamannya.
Sementara aspek sosial, aspek ekonomi, budaya dan pendidikan kurang mendapatkan
porsi yang memadai.
Apresiasi
siswa terhadap kebudayaan masih rendah. Bahkan beberapa guru sejarah Islam
juga menunjukkan apresiasi yang rendah terhadap mata pelajaran ini. Hal ini
ditunjukkan dengan rendahnya perhatian mereka terhadap pengajaran sejarah.
Sikap inferiority complex, perasaan rendah
diri yang komplek. Sikap inferiority complex ummat Islam terhadap nilai-nilai
sejarah budayanya sendiri ini merupakan bagian dari masalah dalam pengajaran
sejarah. Generasi muda pada umumnya lebih bangga terhadap hasil kebudyaan
Barat, sementara terhadap kebudayaan Islam sendiri, mereka merasa malu untuk
mengakuinya, apalagi menirunya. Sikap inferiority complex kaum Muslimin ini
juga terefleksi dalam sikap dan reaksi kaum Muslim terhadap budaya Barat;
Metode
yang dipergunakan oleh guru masih monoton; sejarah hanya disampaikan dengan
ceramah, padahal materi sejarah Islam sudah diperoleh siswa dalam setiap
jenjang pendidikan Islam dan dari informasi lain. Oleh karena itu perlu adanya
metode dan media yang bervariasi, misalnya field study, study lapangan
langsung, pemakaian peta, VCD dan sebagainya.
Penjelasan
guru atau nara sumber kurang memperhatikan aspek-aspek lain, misalnya faktor
sosiologis, faktor antropologis, ekonomis, geografis dan sebagainya. Dalam
menjelaskan satu materi dapat diterangkan dengan beberapa sudut pandang yang
berbeda, sehingga pemahaman siswa menjadi lebih komprehensif. Materi-materi
yang perlu dijelaskan secara komprehensif tersebut misalnya tentang; apa yang
dimaksud dengan jahiliyah, apa yang dimaksud dengan sifat ummi pada Nabi,
kenapa Islam diturunkan di Makkah, bagaimana awal mula konflik dalam Islam,
bagaimana konflik yang terjadi antara Ali dan Muawiyah, Ali dengan Aisyah,
Talkhah dan Zubair, bagaimana tuduhan terhadap al-Ghazali sebagai penyebab
kemunduran peradaban Islam, apa arti masa keemasan Islam dan pengaruhnya
terhadap renaissance di Barat.
sangat
jelas bahwa seorang guru Sejarah harus memperhatikan metode dan taktik dalam
pembelajaran, hal ini seperti yang diungkapkan oleh Nana Sudjana mengatakan
bahwa metode pengajaran adalah taktik yang digunakan guru dalam melaksanakan
proses belajar mengajar (pengajaran) agar dapat mempengaruhi para siswa (
peserta didik) mencapai tujuan pengajaran (TIK) secara lebih efektif dan
efisien.
No comments:
Post a Comment