BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembahasan mengenai guru selalu menarik, karena ia adalah
kunci pendidikan. Artinya, jika guru sukses, maka kemungkinan besar
murid-muridnya akan sukses. Guru adalah figur inspirator dan motivator
murid dalam mengukir masa depannya. Jika guru mampu menjadi sumber inspirasi
dan motivasi bagi anak didiknya, maka hal itu akan menjadi kekuatan anak didik
dalam mengejar cita-cita besarnya di masa depan. Ingat kisah sukses Imam
Syafi’i?Kesuksesan beliau tidak bisa dilepaskan dari peran guru-gurunya,
khususnya Imam Malik.Begitu juga dengan kisah sukses KH.Moh. Hasyim Asy’ari
yang tidak lepas dari peran guru-gurunya, khususnya Syekh Kholil , Bangkalan,
Madura. Peran guru sangat vital bagi pembentukan kepribadian, cita-cita, dan
visi misi yang menjadi impian hidup anak didiknya di masa depan. Di balik
kesuksesan murid, selalu ada guru yang memberikan inspirasi dan motivasi besar
pada dirinya sebagai sumber stamina dan energi untuk selalu belajar dan
bergerak mengejar ketertinggalan, menggapai kemajuan, menorehkan prestasi
spektakuler dan prestisius dalam panggung sejarah kehidupan manusia.
Di sinilah urgensi melahirkan guru-guru berkualitas,
guru-guru yang ideal dan inovatif yang mampu membangkitkan semangat besar dalam
diri anak didik untuk menjadi aktor perubahan peradaban dunia di era global
ini.Kalau guru-guru – yang berinteraksi langsung dengan murid – kurang
profesional, kreatif, dan produktif, maka anak didik akan lahir sebagai kader
penerus bangsa yang malas, suka mengeluh, dan pesimis dalam menghadapi masa
depan. Tidak ada etos dan spirit perjuangan yang membara dalam dadanya.Ia lebih
suka menikmati hidup yang hedonis dan konsumtif dari pada capek-capek belajar
dan mengejar cita-cita mulia yang melelahkan dan membutuhkan perjalanan panjang
yang berliku.Jika demikian, masa depan bangsa ini akan semacam terancam. Bangsa
ini akan menjadi bangsa kuli di negeri sendiri. Menjadi bangsa yang tidak
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki skills enterpreneurship rendah,
jiwa kemandirian dan semangat berkompetisi yang tidak terbangun.Kekayaan sumber
daya alam semakin dieksploitasi bangsa asing dengan kompensasi yang sangat
rendah.Kemiskinan, pengangguran, dan ketidakadilan terjadi di mana-mana.
Perlahan, bangsa ini akan semakin mundur dan terbelakang.Jika bangsa ini terus
terjerembab dengan problem internalnya, terus bertikai dengan kawan sendiri
demi meraih kekuasaan, sedangkan kualitas pendidikan, khususnya para guru tidak
ditingkatkan dengan profesional, maka bangsa ini semakin tertinggal dengan
negara-negara yang dahulunya jauh di bawah kita.
Dalam konteks ini, munculnya guru-guru yang berkualitas
menjadi kebutuhan pokok yang tidak bisa ditunda-tunda lagi untuk mengubah masa
depan bangsa ke arah kemajuan pesat di segala aspek kehidupan. Gurulah yang
diharapkan seluruh elemen bangsa ini untuk mengubah nasib bangsa besar ini
menjadi bangsa yang disegani bangsa-bangsa lain di dunia, karena prestasi
besarnya.Lalu, siapa yang pantas disebut guru yang berkualitas ini?
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana yang dikatakan dengan
criteria seorang guru yang ideal
2. Bagaimana yang dikatakan dengan konsep profesionalisasi guru
3. Apa-apa sajakah syarat-syarat menjadi guru professional
BAB II
PEMBAHASAN
A. Siapa yang
Pantas Disebut Guru
1. Kriteria
Guru
Menurut
Husnul Chotimah (2008), guru, dalam pengertian sederhana adalah orang yang
memfasilitasi alih ilmu pengetahuan dari sumber belajar kepada peserta didik.
Sementara, masyarakat memandang guru sebagai orang yang melaksanakan pendidikan
di sekolah, masjid, mushala, atau tempat-tempat lain. Semua pihak sependapat
bila guru memegang peranan amat penting dalam mengembangkan sumber daya manusia
melalui pendidikan.Perkembangan pesat teknologi informasi saat ini, kiranya
menumbuhkan tantangan tersendiri bagi guru.Mengingat guru sudah bukan lagi
satu-satunya sumber informasi hingga muncul pendapat bahwa pendidikan bisa
berlangsung tanpa guru. Hal ini benar jika pendidikan diartikan sebagai proses
memperoleh pengetahuan. Namun, perlu diingat, pendidikan juga media
pendewasaan, maka prosesnya tidak dapat berlangsung tanpa guru.
Menurut Prof. Herawati Susilo Msc Ph.D, pakar pendidikan
Universitas Negeri Malang, ada enam kriteria guru masa depan (ideal), yaitu
belajar sepanjang hayat, literate sains dan teknologi, menguasai bahasa
Inggris dengan baik, terampil melaksanakan penelitian tindakan kelas, rajin
menghasilkan karya tulis ilmiah, dan mampu mendidik peserta didik berdasarkan
filosofi konstruktivisme dengan pendekatan kontekstual.Berdasarkan penjelasan
di atas, menurut Husnul Chotimah (2008), ada beberapa kriteria guru ideal yang
seharusnya dimiliki bangsa Indonesia di abad 21 ini.Pertama, dapat
membagi waktu dengan baik.Dapat membagi waktu antara tugas utama sebagai guru
dan tugas dalam keluarga, serta dalam masyarakat.Kedua, rajin membaca.Ketiga,
banyak menulis.Keempat, gemar melakukan penelitian.Keempat kriteria
tersebut merupakan hal yang diperlukan seorang guru untuk menjadi guru ideal.
Dari beberapa pengertian di atas, guru ideal dapat
dijelaskan sebagai berikut.Pertama, guru yang memahami benar
profesinya.Profesi guru adalah profesi yang mulia.Dia adalah sosok yang selalu
memberi dengan tulus dan tak mengharapkan imbalan apapun, kecuali ridha dari
Tuhan pemilik bumi.Falsafah hidupnya adalah tangan di atas lebih mulia daripada
tangan di bawah.Hanya memberi tak harap kembali.Dia mendidik dengan
hatinya.Kehadirannya dirindukan oleh peserta didiknya. Wajahnya selalu ceria,
senang, dan selalu menerapkan 5S (salam, sapa, sopan, senyum, dan sabar) dalam
kesehariannya.[1]
Kedua, guru
yang ideal adalah guru yang rajin membaca dan menulis. Pengalaman mengatakan,
barang siapa yang rajin membaca, maka ia akan kaya ilmu. Namun, bila kita malas
membaca, maka kemiskinan ilmu akan terasa. Guru yang rajin membaca, otaknya
ibarat mesin pencari “Google” di internet.Bila ada peserta didiknya yang
bertanya, memori otaknya langsung bekerja mencari dan menjawab pertanyaan para
anak didiknya dengan cepat dan benar. Wawasan guru yang rajin membaca akan
terlihat dari cara bicara dan menyampaikan pelajarannya. Guru yang ideal adalah
guru yang juga rajin menulis. Bila guru malas membaca, maka sudah bisa
dipastikan dia akan malas pula untuk menulis. Menulis dan membaca adalah dua
sisi mata uang logam yang tidak dapat dipisahkan. Guru yang terbiasa membaca,
akan terbiasa menulis. Dari membaca itulah guru mampu membuat kesimpulan dari
bacaannya, kemudian kesimpulan itu ia tuliskan kembali dalam gaya bahasanya
sendiri.
Ketiga, guru
yang ideal adalah guru yang sensitif terhadap waktu. Orang Barat mengatakan
bahwa waktu adalah uang, time is money.Bagi guru, waktu lebih dari uang
dan bahkan bagaikan sebilah pedang tajam yang dapat membunuh siapa saja,
termasuk pemiliknya. Guru yang kurang memanfaatkan waktunya dengan baik, tidak
akan menorehkan banyak prestasi dalam hidupnya. Dia akan terbunuh oleh waktu
yang ia sia-siakan. Karena itu, guru harus sensitif terhadap waktu. Saat kita
menganggap waktu tidak berharga, maka waktu akan menjadikan kita sebagai
manusia tidak berharga. Demikian pula saat kita memuliakan waktu, maka waktu
akan menjadikan kita orang mulia. Karena itu, kualitas seseorang terlihat dari
cara ia memperlakukan waktunya.
Keempat, guru yang ideal adalah guru yang kreatif dan inovatif.Merasa
sudah berpengalaman membuat guru menjadi kurang kreatif. Dia akan merasa sudah
cukup. Tidak ada upaya untuk menciptakan sesuatu yang baru dari
pembelajarannya. Dari tahun ke tahun, gaya mengajarnya itu-itu saja. Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibuatnya pun dari tahun ke tahun sama,
hanya sekadar copy and paste. RPP tinggal menyalin dari kurikulum yang
dibuat oleh pemerintah atau menyontek dari guru lainnya. Guru menjadi tidak
kreatif. Proses kreatif menjadi tidak jalan.
Guru yang kreatif adalah guru yang selalu bertanya pada
dirinya sendiri, apakah dia sudah menjadi guru yang baik?Apakah dia sudah
mendidik dengan benar?Apakah anak didiknya mengerti pelajaran yang dia
sampaikan?Dia selalu introspeksi dan memperbaiki diri. Dia selalu merasa kurang
dalam proses pembelajarannya. Dia tidak pernah puas dengan apa yang dia
lakukan. Selalu ada inovasi baru yang dia ciptakan dalam proses pembelajarannya
melalui Penelitian |Tindakan Kelas (PTK). Dia selalu belajar sesuatu yang baru,
dan merasa tertarik untuk membenahi cara mengajarnya.
Terakhir, guru yang ideal adalah guru yang memiliki lima
kecerdasan. Kecerdasan yang dimiliki terpancar jelas dari
karakter dan perilakunya sehari-hari, baik ketika mengajar maupun saat hidup di
tengah-tengah masyarakat.Kelima kecerdasan itu adalah kecerdasan intelektual,
kecerdasan moral, kecerdasan sosial, kecerdasan emosional, dan kecerdasan
motorik.Kecerdasan intelektual harus diimbangi dengan kecerdasan moral,
mengapa? Sebab, kecerdasan intelektual yang tidak diimbangi dengan kecerdasan
moral akan menghasilkan peserta didik yang hanya mementingkan keberhasilan
ketimbang proses. Segala cara dianggap halal, yang penting target tercapai.
Inilah yang terjadi pada masyarakat kita, sehingga kasus korupsi merajalela di
kalangan orang terdidik. Karena itu, kecerdasan moral akan mengawal kecerdasan
intelektual, sehingga ia mampu berlaku jujur dalam situasi apa pun. Kejujuran
adalah kunci keberhasilan dan kesuksesan.[2]
Selain itu, kecerdasan sosial juga harus dimiliki oleh guru
ideal agar tidak egois. Dia harus mampu bekerja sama dengan karakter orang lain
yang berbeda-beda. Kecerdasan emosional juga harus ditumbuhkan agar guru tidak
gampang marah , tersinggung, dan mudah melecehkan orang lain. Sedangkan
kecerdasan motorik diperlukan agar guru mampu melakukan mobilisasi yang tinggi
sehingga mampu bersaing dalam memperoleh hasil yang maksimal.
2. Syarat
Guru
Menurut Desi Reminsa (2008), ada beberapa syarat untuk
menjadi guru ideal, antara lain memiliki kemampuan intelektual yang memadai,
kemampuan memahami visi dan misi pendidikan, keahlian mentransfer ilmu
pengetahuan atau metodologi pembelajaran, memahami konsep perkembangan
anak/psikologi perkembangan, kemampuan mengorganisasi dan mencari problem
solving (pemecahan masalah), kreatif dan memiliki seni dalam mendidik.Dalam
perspektif agama, syarat menjadi guru yang ideal sebagaimana disampaikan
KH.Moh. Hasyim Asy’ari, ada 20 (dua puluh) macam.[3]
Pertama, selalu istiqamah dalam muraqabah kepada Allah SWT.Muraqabah
adalah melihat Allah SWT dengan mata hati dan menghubungkannya dengan
perbuatan yang dilakukan selama ini, kemudian mengambil hikmah atau jalan yang
terbaik bagi dirinya dengan merasakan adanya pemantauan Allah SWT terhadap
dirinya. Salah satu ciri muraqabah, menurut Dzunnun al-Misry adalah
mengagungkan apa yang diagungkan oleh Tuhan dan merendahkan apa yang
direndahkan oleh Tuhan. Muraqabah merupakan salah satu dari sekian
banyak tingkatan dan langkah dalam tasawuf, selain khauf, raja’, tawadhu’,
khusyuk, zuhud, dan sebagainya.
Kedua, senantiasa
berlaku khauf (takut kepada Allah) dalam segala ucapan dan
tindakan.Sebab, guru adalah orang yang dipercaya untuk menjaga amanat, baik itu
berupa ilmu, hikmah, dan perasaan takut kepada Allah.Sedangkan kebalikan dari
hal tersebut disebut khianat.
Ketiga,
senantiasa bersikap tenang.
Keempat,
senantiasa bersifat wara’.Menurut Ibrahim bin Adham, wara’ adalah
meninggalkan perkara syubhat dan perkara yang tidak bermanfaat.
Kelima, selalu
bersikap tawadhuk.Syekh Junaidi menyatakan bahwa tawadhuk adalah merendahkan
diri dan melembutkan diri terhadap makhluk, atau patuh kepada kebenaran dan
tidak berpaling dari hikmah, hukum, dan kebijaksanaan.
Keenam, selalu
bersikap khusyuk kepada Allah SWT.Sebagian ulama’ salaf menyatakan, kewajiban
orang-orang yang berilmu adalah selalu merendahkan diri kepada Allah SWT, baik
di tempat sunyi maupun ramai, menjaga dan menghentikan segala sesuatu yang
menyulitkan dirinya sendiri.
Ketujuh, menjadikan Allah SWT sebagai tempat meminta pertolongan
dalam segala keadaan.
Kedelapan, tidak menjadikan ilmunya sebagai tangga mencapai keuntungan
duniawi, baik jabatan, harta, popularitas, atau agar lebih maju di banding
temannya yang lain.
Kesembilan, tidak diskriminatif terhadap murid.
Kesepuluh, bersikap zuhud dalam urusan dunia sebatas apa yang ia
butuhkan, yang tidak membahayakan dirinya sendiri, keluarga, bersikap
sederhana, dan bersifat qana’ah.
Kesebelas, menjauhkan diri dari tempat-tempat yang rendah dan hina
menurut manusia, juga hal-hal yang dibenci oleh syari’at maupun adat setempat
misalnya.
Kedua belas, menjauhkan diri dari tempat-tempat kotor dan maksiat
walaupun jauh dari keramaian.Jangan melakukan sesuatu yang bisa mengurangi
sifat muru’ah (menjaga diri dari perbuatan yang tidak terpuji).
Ketiga belas, selalu menjaga syiar-syiar Islam dan zhahir-zhahir hukum,
seperti shalat berjama’ah di masjid, menyebarkan salam, amar ma’ruf nahyi
munkar, serta senantiasa sabar terhadap musibah yang menimpanya.
Keempat belas, menegakkan sunnah-sunnah dan menghapus segala hal yang
mengandung unsur bid’ah, menegakkan segala hal yang mengandung kemaslahatan
bagi kaum muslimin dengan jalan yang dibenarkan syariat, dengan cara yang baik
dan lembut, baik menurut adat istiadat maupun watak.
Kelima belas, membiasakan diri melakukan sunnah yang bersifat syariat,
baik qauliyah atau fi’liyah, seperti membiasakan diri membaca
ayat-ayat Al-Qur’an baik di hati atau di lisan, berdo’a dan berdzikir baik
siang ataupun malam, melakukan shalat, puasa, berhaji apabila sudah mampu,
membaca shalawat kepada Nabi SAW, mencintai, mengagungkan, dan memuliakannya.
Keenam belas, bergaul dengan akhlaq yang baik, seperti menampakkan wajah
berseri, banyak mengucapkan dan menyebarluaskan salam, memberikan makanan,
menekan rasa amarah dalam jiwa, tidak menyakiti orang lain, selalu mensyukuri
segala kenikmatan yang di berikan Allah SWT, dan lain-lain.
Ketujuh belas, membersihkan hati dan tindakan dari akhlak yang jelek dan
dilanjutkan dengan perbuatan yang baik.Termasuk akhlak yang jelek adalah
berprasangka jelek kepada orang lain, iri, dengki, marah bukan karena Allah,
menipu, sombong, riya’, ujub (bangga diri), pamer, bakhil angkuh, tamak, dan
lain sebagainya.
Kedelapan belas, senantiasa bersemangat untuk mengembangkan ilmu dan
bersungguh-sungguh dalam setiap aktivitas ibadah, seperti membaca, menelaah,
menghafal, sehingga tidak ada waktu yang terbuang kecuali untuk mencari ilmu
dan mengamalkan ilmu.
Kesembilan belas, tidak boleh membeda-bedakan status, nasab, dan usia dalam
mengambil hikmah dari semua orang. Bahkan, seorang guru harus selalu mencari
faedah di mana pun ia berada.
Kedua puluh, membiasakan diri untuk menyusun dan merangkum pengetahuan.
Karena, hal itu akan memperdalam keilmuan dan juga memperbanyak pembahasan dan
rujukan.
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan, syarat menjadi
seorang guru ideal harus mempunyai landasan keagamaan yang kokoh dan disiplin,
memahami visi misi pendidikan secara holistik dan integral, mempunyai kemampuan
intelektual yang memadai, menguasai teknik pembelajaran yang kreatif.
3. Fungsi
dan Tugas Guru
Selain sebagai aktor utama kesuksesan pendidikan yang
dicanangkan, ada beberapa fungsi dan tugas lain seorang guru, antara lain :
1. Educator (pendidik)
Tugas pertama guru adalah mendidik murid-murid sesuai dengan
materi pelajaran yang diberikan kepadanya.Sebagai seorang educator, ilmu
adalah syarat utama.Membaca, menulis, berdiskusi, mengikuti informasi, dan
responsif terhadap masalah kekinian sangat menunjang peningkatan kualitas ilmu
guru.
2. Leader (pemimpin)
Guru juga seorang pemimpin kelas. Karena itu, ia harus bisa
menguasai, mengendalikan, dan mengarahkan kelas menuju tercapainya tujuan
pembelajaran yang berkualitas. Sebagai seorang pemimpin, guru harus terbuka,
demokratis, egaliter, dan menghindari cara-cara kekerasan.
3. Fasilitator
Sebagai fasilitator, guru bertugas memfasilitasi murid untuk
menemukan dan mengembangkan bakatnya secara pesat. Menemukan bakat anak didik
bukan persoalan mudah, ia membutuhkan eksperimental maksimal, latihan terus
menerus, dan evaluasi rutin.
Terdapat sembilan resep yang harus diperhatikan dan
diamalkan seorang guru, agar pembelajaran berhasil membedakan kapasitas
intelektual anak didik.
- Kurangi
metode ceramah.
- Berikan
tugas yang berbeda bagi setiap peserta didik.
- Kelompokkan
peserta didik berdasarkan kemampuannya.
- Perkaya
bahan dari berbagai sumber aktual dan menarik.
- Hubungi
spesialis bila ada peserta didik yang mempunyai kelainan.
- Gunakan
prosedur yang bervariasi dalam penilaian.
- Pahami
perkembangan peserta didik.
- Kembangkan
situasi belajar yang memungkinkan setiap peserta didik bekerja dengan
kemampuan masing-masing pada tiap pembelajaran.
- Libatkan
peserta didik dalam berbagai kegiatan seoptimal mungkin.
4.
Motivator
Sebagai seorang motivator, seorang guru harus mampu
membangkitkan semangat dan mengubur kelemahan anak didik bagaimanapun latar
belakang hidup keluarganya, bagaimanapun kelam masa lalunya, dan bagaimanapun
berat tantangannya. Di bawah ini, akan diuraikan beberapa prinsip dan motivasi
belajar supaya mendapat perhatian dari pihak perencanaan pengajaran, khususnya
dalam rangka merencanakan kegiatan belajar mengajar.
a. Kebermaknaan
Siswa akan suka dan termotivasi belajar apabila hal-hal yang
dipelajari mengandung makna tertentu baginya. Agar suatu pelajaran bisa
bermakna, seorang guru bisa mengaitkan pelajarannya dengan pengalaman masa
lampau siswa, tujuan-tujuan masa mendatang, minat serta nilai-nilai yang
berarti bagi mereka.
b. Modelling
Siswa akan suka memperoleh tingkah laku baru bila disaksikan
dan ditirunya. Pelajaran akan lebih mudah dihayati dan diterapkan oleh siswa
jika guru mengajarkannya dalam bentuk tingkah laku model, bukan hanya dengan
menceritakannya secara lisan. Dengan model tingkah laku itu, siswa dapat
mengamati dan menirukan apa yang diinginkan oleh guru.
c. Komunikasi Terbuka
Siswa lebih suka belajar bila penyajian terstruktur, supaya
pesan-pesan guru terbuka terhadap pengawasan siswa.
d. Prasyarat
Apa yang telah dipelajari oleh siswa sebelumnya mungkin
merupakan faktor penting yang menentukan berhasil atau gagalnya siswa belajar.
Kesempatan belajar bagi siswa yang telah memiliki informasi dan keterampilan
yang mendasari perilaku yang baru akan lebih besar. Karena itu, guru hendaknya
berusaha mengetahui/mengenali prasyarat-prasyarat yang telah mereka miliki.
e. Latihan/Praktik yang Aktif dan Bermanfaat
Siswa lebih senang belajar jika mengambil bagian yang aktif
dalam latihan/praktik untuk mencapai tujuan pengajaran.Praktik secara aktif
berarti siswa mengerjakan sendiri, bukan mendengarkan ceramah dan mencatat pada
buku tulis.
f. Latihan Terbagi
Siswa lebih senang belajar jika latihan dibagi-bagi menjadi
sejumlah kurun waktu yang pendek. Latihan-latihan secara demikian akan lebih
meningkatkan motivasi siswa belajar dibandingkan dengan latihan yang dilakukan
sekaligus dalam jangka waktu yang panjang.
g. Kurangi secara Sistematik Paksaan
Belajar
Pada waktu mulai belajar, siswa perlu diberikan paksaan atau
pemompaan.Akan tetapi, bagi siswa yang sudah mulai menguasai pelajaran, ada
baiknya jika pemompaan itu secara sistematik dikurangi, dan akhirnya lambat
laun siswa dapat belajar sendiri.
h. Kondisi yang Menyenangkan
Siswa lebih senang melanjutkan belajarnya jika kondisi
pengajaran menyenangkan.Untuk menciptakan kondisi yang menyenangkan, seorang
guru dapat melakukan cara-cara berikut.
- Siapkan
tugas-tugas yang menantang selama diselenggarakan latihan.
- Berilah
siswa pengetahuan tentang hasil-hasil yang telah dicapai oleh
masing-masing siswa.
- Berikan
ganjaran yang pantas terhadap usaha-usaha yang dilakukan oleh siswa.
5. Administrator
Sebagai seorang guru, tugas administrasi sudah melekat dalam
dirinya, dari mulai melamar menjadi guru, kemudian diterima dengan bukti surat
keputusan yayasan, surat instruksi kepala sekolah, dan lain-lain. Urusan yang
ada di lingkup pendidikan formal biasanya memakai prosedur administrasi yang
rapi dan tertib.
6. Evaluator
Sebaik
apa pun kualitas pembelajaran, pasti ada kelemahan yamg perlu dibenahi dan
disempurnakan. Di sinilah pentingnya evaluasi seorang guru. Dalam evaluasi ini,
guru bisa memakai banyak cara, dengan merenungkan sendiri proses pembelajaran
yang diterapkan, meneliti kelemahan dan kelebihan, atau dengan cara yang lebih
objektif, meminta pendapat orang lain, misalnya kepala sekolah, guru yang lain,
dan murid-muridnya.
7. Tanggung Jawab Guru
Dalam
melakukan fungsi dan tugas mulianya di atas, seorang guru harus melandasinya
dengan tanggung jawab yang besar dalam dirinya, tanggung jawab yang tidak
didasari oleh kebutuhan finansial belaka, tapi tanggung jawab peradaban yang
besar bagi kemajuan negeri tercinta, Indonesia.Ia juga harus sadar bahwa
kesuksesannya menjadi harga mati bagi lahirnya kader-kader bangsa yang
berkualitas. Oleh karena itu, iaall out harus menekuni profesinya dengan
penuh kesungguhan dan kerja keras. (Jamal Ma’mur Asmani, 2011 : 17-55).
B. Peranan
Guru Di sekolah dan Dalam Masyarakat
1. Kedudukan
dan Peranan Guru
Peranan guru di sekolah ditentukan oleh kedudukannya sebagai
orang dewasa, sebagai pengajar dan pendidik dan sebagai pegawai.Yang paling
utama ialah kedudukannya sebagai pengajar dan pendidik, yakni sebagai guru.
Berdasarkan kedudukannya sebagai guru ia harus menunjukkan kelakuan yang layak
bagi guru menurut harapan masyarakat. Apa yang dituntut dari guru dalam aspek
etis, intelektual dan sosial lebih tinggi daripada yang dituntut dari orang
dewasa lainnya. Guru sebagai pendidik dan pembina generasi muda harus menjadi
teladan, di dalam maupun di luar sekolah. Guru harus senantiasa sadar akan
kedudukannya selama 24 jam sehari.Penyimpangan dari kelakuan yang etis oleh
guru mendapat sorotan dan kecaman yang lebih tajam.Masyarakat tidak dapat
membenarkan pelanggaran-pelanggaran seperti berjudi, mabuk, pelanggaran seks,
korupsi atau mengebut, namun kalau guru melakukannya maka dianggap sangat
serius. Guru yang berbuat demikian akan dapat merusak murid-murid yang
dipercayakan kepadanya.
Sebaliknya harapan-harapan masyarakat tentang kelakuan guru
menjadi pedoman bagi guru. Guru-guru memperhatikan tuntutan masyarakat tentang
kelakuan layak bagi guru dan menjadikannya sebagai norma kelakuan dalam segala
situasi sosial di dalam dan di luar sekolah. Ini akan terjadi bila guru
menginternalisasi norma-norma itu sehingga menjadi bagian dari pribadinya.
2.
Peranan Guru Sehubungan dengan
Murid
Peranan guru dalam hubungannya dengan murid bermacam-macam
menurut situasi interaksi sosial yang dihadapinya, yakni situasi formal dalam
proses belajar mengajar dalam kelas dan dalam situasi informal.Dalam situasi
formal, yakni dalam usaha guru mendidik dan mengajar anak dalam kelas guru
harus sanggup menunjukkan kewibawaan atau otoritasnya, artinya ia harus mampu
mengendalikan, mengatur, dan mengontrol kelakuan anak. Dengan kewibawaan ia
menegakkan disiplin demi kelancaran dan ketertiban proses belajar mengajar.
Dalam pendidikan, kewibawaan merupakan syarat
mutlak.Bimbingan atau pendidikan hanya mungkin bila ada kepatuhan dari pihak
anak dan kepatuhan diperoleh bila pendidik mempunyai kewibawaan.Kewibawaan dan
kepatuhan merupakan dua hal yang komplementer untuk menjamin adanya
disiplin.Kewibawaan yang sejati tidak diperoleh dengan penyalahgunaan kekuasaan
dengan ancaman akan memberikan angka rendah bila guru merasa ia kurang
dihormati. Sekalipun kedudukan sebagai guru telah memberikan kewibawaan formal,
namun kewibawaan guru harus lagi didukung dengan kepribadian guru.
Dalam situasi sosial informal guru dapat mengendorkan
hubungan formal dan jarak sosial, misalnya sewaktu rekreasi, berolah raga,
berpiknik, atau lainnya.Murid-murid menyukai guru yang pada waktu-waktu
demikian dapat bergaul dengan lebih akrab dengan mereka, sebagai manusia
terhadap manusia lainnya, dapat tertawa dan bermain lepas dari kedok
formal.Jadi guru hendaknya dapat menyesuaikan peranannya menurut situasi sosial
yang dihadapinya.Walaupun guru bertindak otoriter dengan menggunakan kewibawaannya,
namun ia tidak akan dicap sebagai kejam. Guru dapat bertindak tegas bahkan
keras namun dapat menjaga jangan sampai menyinggung perasaan dan harga diri
murid. Pada satu pihak guru harus bersikap otoriter, dapat mengontrol kelakuan
murid, dapat menjalankan kekuasaannya untuk menciptakan suasana disiplin demi
tercapainya hasil belajar yang baik dan untuk itu ia menjaga adanya jarak
sosial dengan murid. Di lain pihak ia harus dapat menunjukkan sikap bersahabat
dan dapat bergaul dengan murid dalam suasana yang akrab. Guru yang
berpengalaman dapat menjalankan peranannya menurut situasi situasi sosial yang
dihadapinya.
3.
Peranan Guru Dalam Masyarakat
Peranan guru dalam masyarakat antara lain bergantung pada
gambaran masyarakat tentang kedudukan guru. Kedudukan sosial guru berbeda dari
negara ke negara, dari zaman ke zaman.Pada zaman Hindu, misalnya guru menduduki
tempat yang sangat terhormat sebagai satu-satunya sumber ilmu.Murid harus
datang kepadanya untuk memperoleh ilmu sambil menunjukkan baktinya.Di negara kita
kedudukan guru sebelum Perang Dunia II sangat terhormat karena hanya mereka
yang terpilih dapat memasuki lembaga pendidikan guru.Hingga kini citra tentang
guru masih tinggi walaupun sering menurut yang dicita-citakan yang tidak selalu
sejalan dengan kenyataan.
Pekerjaan guru selalu dipandang dalam hubungannya dengan
ideal pembangunan bangsa. Dari guru diharapkan agar ia manusia idealistis,
namun guru sendiri tak dapat tiada harus menggunakan pekerjaannya sebagai alat
untuk mencari nafkah bagi keluarganya. Walaupun demikian masyarakat tidak dapat
menerima pekerjaan guru semata-mata sebagai mata pencaharian belaka sejajar
dengan pekerjaan tukang kayu, atau saudagar. Pekerjaan guru menyangkut
pendidikan anak, pembangunan negara dan masa depan bangsa. Karena kedudukan
yang istimewa itu masyarakat mempunyai harapan-harapan yang tinggi tentang
peranan guru. Harapan-harapan itu tidak dapat diabaikan oleh guru, bahkan dapat
menjadi norma yang turut menentukan kelakuan guru.[4]
Guru-guru menerima harapan agar mereka menjadi suri teladan
bagi anak didiknya.Untuk itu guru harus mempunyai moral yang tinggi.Walaupun
demikian ada kesan bahwa kedudukan guru makin merosot dibandingkan dengan
beberapa puluh tahun yang lalu. (S. Nasution, 1995 : 91-96)
C. Konsep
Profesionalisasi Guru
Keterampilan
dalam pekerjaan profesi sangat didukung oleh teori yang telah
dipelajarinya.Jadi seorang profesional dituntut banyak belajar, membaca dan
mendalami teori tentang profesi yang digelutinya. Suatu profesi bukanlah suatu
yang permanen, ia akan mengalami perubahan dan mengikuti perkembangan kebutuhan
manusia, oleh sebab itu penelitian terhadap suatu tugas profesi dianjurkan, di
dalam keguruan dikenal dengan penelitian action research. (Martinis
Yamin, 2009 : 4)Suatu pekerjaan profesional memerlukan persyaratan khusus,
yakni (1) menuntut adanya keterampilan berdasarkan konsep dan teori ilmu
pengetahuan yang mendalam; (2) menekankan pada suatu keahlian dalam bidang
tertentu sesuai dengan bidang profesinya; (3) menuntut adanya tingkat
pendidikan yang memadai; (4) adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan
dari pekerjaan yang dilaksanakannya; (5) memungkinkan perkembangan sejalan
dengan dinamika kehidupan (Moh. Ali, 1985). (Fachrudin Saudagar dan Ali Idrus, 2009
: 13)
Secara konseptual, unjuk kerja guru menurut Depdikbud dan
Johson (1980) (dalam Sanusi, 1991 : 36) mencakup tiga aspek, yaitu; (a)
kemampuan profesional, (b) kemampuan sosial, dan (c) kemampuan personal
(pribadi). Kemampuan ketiga aspek ini dijabar menjadi:
Kemampuan
profesional mencakup:
· Penguasaan materi pelajaran yang terdiri atas penguasaan
bahan yang harus diajarkan, dan konsep-konsep dasar keilmuan dari bahan yang
diajarkannya itu.
· Penguasaan dan penghayatan atas landasan dan wawasan
kependidikan dan keguruan.
· Penguasaan proses-proses kependidikan, keguruan, dan
pembelajaran siswa.
D. Syarat-Syarat
Menjadi Guru Profesional
Menjadi
seorang guru bukanlah pekerjaan gambang, seperti yang dibayangkan sebagian
orang, dengan bermodal penguasaan materi dan menyampaikannya kepada siswa sudah
cukup, hal ini belumlah dapat dikategorikan sebagai guru yang memiliki
pekerjaan profesional, karena guru yang profesional, mereka harus memiliki
berbagai keterampilan, kemampuan khusus, mencintai pekerjaannya, menjaga kode
etik guru, dan lain sebagainya.Oemar Hamalik dalam bukunya Proses Belajar
Mengajar (2001 ; 118), guru profesional harus memiliki persyaratan, yang
meliputi :
1)
Memiliki bakat sebagai guru.
2)
Memiliki keahlian sebagai guru.
3)
Memiliki keahlian yang baik dan terintegrasi.
4) Memiliki mental yang sehat.
5)
Berbadan sehat.
6)
Memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas.
7)
Guru adalah manusia berjiwa Pancasila.
8)
Guru adalah seorang warga negara yang baik.
(Martinis
Yamin, 2009 5 : 7)
E.
Tugas Profesional Guru
Tugas
adalah segala aktivitas dan kewajiban yang harus diperformansikan oleh
seseorang dalam memainkan peranan tertentu.Tugas guru adalah segala aktivitas
dan kewajiban yang harus diperformansikan oleh guru dalam peranannya sebagai
guru (pengajar).Tugas guru itu bermacam-macam.Hal ini sangat bergantung dari
sudut mana atau perspektif konseptual kita yang mana dalam memandang
pengajaran.Menurut Budiarso (Mintjelungan, 2008) ada lima unjuk kerja guru yang
profesional, yaitu: (a) keinginan selalu menampilkan perilaku yang mendekati
standar ideal, (b) meningkatkan dan memelihara profesi, (c) keinginan
selalu mengembangkan profesi dengan meningkatkan pengetahuan dan penguasaan
teknologi, (d) mengejar kualitas dan cita-cita dalam profesi, dan (e)
kebanggaan terhadap profesi. Mungin (2003) menyatakan guru dan dosen yang
profesional antara lain memiliki ciri-ciri: (a) memiliki kepribadian matang dan
berkembang, (b) memiliki keterampilan membangkitkan minat peserta didik, (c)
penguasaan pengetahuan dan teknologi yang kuat, dan (d) memiliki sikap
profesional yang berkembang secara berkesinambungan.
F. Kompetensi Profesional Guru
Sejalan dengan hakikat dan makna yang terkandung dalam topik
tersebut di atas, masalah pokok yang akan disoroti dalam tulisan ini adalah
kompetensi-kompetensi profesional apakah yang seharusnya dimiliki oleh guru dan
apa implikasinya terhadap program pendidikan guru.
Majid
(2005:6) menjelaskan kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan
kualitas guru dalam mengajar. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk
penguasaan pengetahuan dan profesional dalam menjalankan fungsinya sebagai
guru. Diyakini Robotham (1996:27), kompetensi yang diperlukan oleh seseorang
tersebut dapat diperoleh baik melalui pendidikan formal maupun pengalaman.Syah
(2000:229) mengemukakan pengertian dasar kompetensi adalah kemampuan atau
kecakapan. Usman (1994:1) mengemukakan kompentensi berarti suatu hal yang
menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun
yang kuantitatif. Dalam hal ini, kompetensi diartikan sebagai pengetahuan,
keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi
bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif,
afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.
a.
Pentingnya Kompetensi Guru
Masalah kompetensi profesional guru merupakan salah satu
dari kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap guru dalam jenjang pendidikan
apapun. Kompetensi-kompetensi lainnya adalah kompetensi kepribadian dan
kompetensi kemasyarakatan. Secara teoritis ketiga jenis kompetensi tersebut
dapat dipisah-pisahkan satu sama lain, akan tetapi secara praktis sesungguhnya
ketiga jenis kompetensi tersebut tidak mungkin dapat dipisah-pisahkan. Di
antara ketiga jenis kompetensi itu saling menjalin secara terpadu dalam diri
guru.
b.
Kompetensi Guru sebagai Alat Seleksi Penerimaan Guru
Perlu ditentukan secara umum jenis kompetensi apakah yang
perlu dipenuhi sebagai syarat agar seseorang dapat diterima menjadi guru.
Dengan adanya syarat sebagai kriteria penerimaan calon guru, maka akan terdapat
pedoman bagi para administrator dalam memilih mana guru yang diperlukan untuk
satu sekolah.
c.
Kompetensi Guru Penting dalam Rangka Pembinaan Guru
Jika telah ditentukan jenis kompetensi guru yang diperlukan,
maka atas dasar ukuran itu akan dapat diobservasi dan ditentukan guru yang
telah memiliki kompetensi penuh dan guru yang masih kurang memadai
kompetensinya. Informasi tentang hal ini sangat diperlukan oleh para
administrator dalam usaha pembinaan dan pengembangan terhadap para guru.
d.
Kompetensi Guru Penting dalam Rangka Penyusunan Kurikulum
Berhasil atau tidaknya pendidikan terletak pada berbagai
komponen dalam proses pendidikan guru itu. Secara lebih spesifik, apakah suatu
LPTK berhasil mendidik para calon guru akan ditentukan oleh berbagai komponen
dalam institusi tersebut. Salah satunya adalah komponen kurikulum.Oleh karena
itu, kurikulum pendidikan guru harus disusun atas dasar kompetensi yang
diperlukan oleh setiap guru.
e.
Kompetensi Guru Penting dalam Hubungan dengan Kegiatan dan Hasil Belajar Siswa
Proses belajar dan hasil belajar para siswa bukan saja ditentukan
oleh sekolah, pola, struktur, dan isi kurikulumnya, akan tetapi sebagian besar
ditentukan oleh kompetensi guru yang mengajar dan membimbing mereka. Guru yang
kompeten akan lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif,
menyenangkan, dan akan lebih mampu mengelola kelasnya, sehingga belajar para
siswa berada pada tingkat optimal.
f.
Kriteria Profesional
Guru
adalah jabatan profesional yang memerlukan berbagai keahlian khusus.
G. Uji Kompetensi Guru
Untuk meningkatkan kualitas guru, perlu dilakukan suatu
sistem pengujian terhadap kompetensi guru.Sejalan dengan kebijakan otonomi
daerah, beberapa daerah telah melakukan uji kompetensi guru, mereka
melakukannya terutama untuk mengetahui kemampuan guru di daerahnya, untuk
kenaikan pangkat dan jabatan, serta untuk mengangkat kepala sekolah dan wakil
kepala sekolah.Uji kompetensi guru dapat dilakukan secara nasional, regional,
maupun lokal.Secara nasional dapat dilakukan oleh pemerintah pusat untuk
mengetahui kualitas dan standar kompetensi guru, dalam kaitannya dengan
pembangunan pendidikan secara keseluruhan.Secara regional dapat dilakukan oleh
pemerintah provinsi untuk mengetahui kualitas dan standar kompetensi guru,
dalam kaitannya dengan pembangunan pendidikan di provinsi masing-masing.
Sedangkan secara lokal dapat dilakukan oleh daerah (kabupaten dan kota) untuk
mengetahui kualitas dan standar kompetensi guru, dalam kaitannya dengan
pembangunan pendidikan di daerah dan kota masing-masing.[5]
a. Pentingnya Uji Kompetensi Guru
- Sebagai
alat untuk mengembangkan standar kemampuan profesional guru.
- Merupakan
alat seleksi penerimaan guru.
- Untuk
pengelompokan guru.
- Sebagai
bahan acuan dalam pengembangan kurikulum.
- Merupakan
alat pembinaan guru.
- Mendorong
kegiatan dan hasil belajar.
b. Materi Uji Kompetensi Guru
- Kemampuan
dasar (kepribadian)
- Kemampuan
umum (kemampuan mengajar)
- Kemampuan
khusus (pengembangan keterampilan mengajar)
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Guru ideal dapat dijelaskan sebagai
berikut.
Pertama, guru yang memahami benar profesinya.Profesi guru adalah
profesi yang mulia.Dia adalah sosok yang selalu memberi dengan tulus dan tak
mengharapkan imbalan apapun, kecuali ridha dari Tuhan pemilik bumi.Falsafah
hidupnya adalah tangan di atas lebih mulia daripada tangan di bawah.Hanya
memberi tak harap kembali.Dia mendidik dengan hatinya.Kehadirannya dirindukan
oleh peserta didiknya. Wajahnya selalu ceria, senang, dan selalu menerapkan 5S
(salam, sapa, sopan, senyum, dan sabar) dalam kesehariannya.
Kedua,
guru yang ideal adalah guru yang
rajin membaca dan menulis. Pengalaman mengatakan, barang siapa yang rajin
membaca, maka ia akan kaya ilmu. Namun, bila kita malas membaca, maka
kemiskinan ilmu akan terasa. Guru yang rajin membaca, otaknya ibarat mesin
pencari “Google” di internet.Bila ada peserta didiknya yang bertanya, memori
otaknya langsung bekerja mencari dan menjawab pertanyaan para anak didiknya
dengan cepat dan benar. Wawasan guru yang rajin membaca akan terlihat dari cara
bicara dan menyampaikan pelajarannya. Guru yang ideal adalah guru yang juga
rajin menulis. Bila guru malas membaca, maka sudah bisa dipastikan dia akan
malas pula untuk menulis. Menulis dan membaca adalah dua sisi mata uang logam
yang tidak dapat dipisahkan. Guru yang terbiasa membaca, akan terbiasa menulis.
Dari membaca itulah guru mampu membuat kesimpulan dari bacaannya, kemudian
kesimpulan itu ia tuliskan kembali dalam gaya bahasanya sendiri.
Ketiga, guru
yang ideal adalah guru yang sensitif terhadap waktu. Orang Barat mengatakan
bahwa waktu adalah uang, time is money.Bagi guru, waktu lebih dari uang
dan bahkan bagaikan sebilah pedang tajam yang dapat membunuh siapa saja,
termasuk pemiliknya. Guru yang kurang memanfaatkan waktunya dengan baik, tidak
akan menorehkan banyak prestasi dalam hidupnya. Dia akan terbunuh oleh waktu
yang ia sia-siakan. Karena itu, guru harus sensitif terhadap waktu. Saat kita
menganggap waktu tidak berharga, maka waktu akan menjadikan kita sebagai
manusia tidak berharga. Demikian pula saat kita memuliakan waktu, maka waktu
akan menjadikan kita orang mulia. Karena itu, kualitas seseorang terlihat dari
cara ia memperlakukan waktunya.
Keempat, guru yang ideal adalah guru yang kreatif dan inovatif.Merasa
sudah berpengalaman membuat guru menjadi kurang kreatif. Dia akan merasa sudah
cukup. Tidak ada upaya untuk menciptakan sesuatu yang baru dari
pembelajarannya. Dari tahun ke tahun, gaya mengajarnya itu-itu saja. Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibuatnya pun dari tahun ke tahun sama,
hanya sekadar copy and paste. RPP tinggal menyalin dari kurikulum yang
dibuat oleh pemerintah atau menyontek dari guru lainnya. Guru menjadi tidak
kreatif. Proses kreatif menjadi tidak jalan.
DAFTAR PUSTAKA
Mintjelungan.(2008).
Peningkatan mutu pendidikan melalui profesionalisme guru dan dosen.
Makalah disampaikan pada Konvensi Pendidikan Nasional VI. Denpasar, Bali: 17
-19 November 2008.
Majid,
Abdul. (2005). Perencanaan Pembelajaran: Mengembangkan Standar Kompetensi
Guru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Syah,
Muhibbin. (2000). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Yamin,
Martinis. (2009). Profesionalisasi Guru & Implementasi KTSP. Jakarta:
Gaung Persada Press.
Mulyasa,
E. (2010). Menjadi Guru Profesional (Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan
Menyenangkan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Saudagar,
Fachrudin, dan Idrus, Ali. (2009). Pengembangan Profesionalitas Guru.Jakarta:
Gaung Persada Press.
Asmani,
Ma’mur, Jamal. (2011). Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, dan Inovatif.Jogjakarta:
Diva Press.
Bafadal,
Ibrahim. (1992). Supervisi Pengajaran (Teori dan Aplikasinya dalam Membina
Profesional Guru).Jakarta: Bumi Aksara.
Hamalik,
Oemar. (2003). Pendidikan Guru (Berdasarkan Pendekatan Kompetensi).Jakarta:
Bumi Aksara.
Nasution, S. (1995).Sosiologi Pendidikan. Jakarta:
Bumi Aksara.
[1]Majid, Abdul. (2005). Perencanaan
Pembelajaran: Mengembangkan Standar Kompetensi Guru. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
[2]Yamin, Martinis. (2009). Profesionalisasi
Guru & Implementasi KTSP. Jakarta: Gaung Persada Press.
[3]Mulyasa, E. (2010). Menjadi Guru
Profesional (Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
[4]Bafadal, Ibrahim. (1992). Supervisi
Pengajaran (Teori dan Aplikasinya dalam Membina Profesional Guru).Jakarta:
Bumi Aksara.
No comments:
Post a Comment