Wednesday, 19 October 2016

makalah hukum gadai dalam syariah islam (RHAN)

BAB II
GADAI

A.    Pengertian dan Landasan Hukum Gadai Syariah (Rhan).
1.      Pengertian Gadai syariah (Rhan).
Rhan yang secara bahasa sering diartikan Al-Trubu dan Al-Habs yaitu “penetapan dan penahanan”.[1] Sedangkan definisi Al-Rahn menurut istilah menjadikan suatu benda yang mempunyai nilai harta dalam pandangan syara’ untuk kepercayaan suatu utang, sehingga memungkinkan mengambil seluruh atau sebagian utang dari benda itu.[2]
Dalam istilah lain Rhan adalah menahan salh satu harta yang bernilai ekonomi, milik peminjam sebagai jaminan atau anggunan (barang) atas pinjaman yang diterimannya atau untuk menangguhkan kepercayaan dalam hutang piutang. Jadi gadai adalah menjadikan suatu benda yang berharga menurut syara’ sebagai jaminan utang, dengan adanya benda yang menjadikan pinjaman itu seluruh atau sebagai utang dapat diterima.


2.      Landasan Hukum Gadai (Rhan).
a)      Al-Qur’an
Surat Al-Baqarah ayat 283 yang berbunyi:
* bÎ)ur óOçFZä. 4n?tã 9xÿy öNs9ur (#rßÉfs? $Y6Ï?%x. Ö`»yd̍sù ×p|Êqç7ø)¨B ( ÷bÎ*sù z`ÏBr& Nä3àÒ÷èt/ $VÒ÷èt/ ÏjŠxsãù=sù Ï%©!$# z`ÏJè?øt$# ¼çmtFuZ»tBr& È,­Guø9ur ©!$# ¼çm­/u 3 Ÿwur (#qßJçGõ3s? noy»yg¤±9$# 4 `tBur $ygôJçGò6tƒ ÿ¼çm¯RÎ*sù ÖNÏO#uä ¼çmç6ù=s% 3 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÒOŠÎ=tæ ÇËÑÌÈ  






283. Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

b)       Al-Hadist.
Ada pun Hadist yaitu:
Artinya: “dari Aisyah r.a dari Rasulullah saw: “Bahwasanya Rasulullah membeli makanan dari orang yahudi dalam bentuk kredit atau utang dan memberi agunan dalam bentuk besi sepanjang satu siku” (H.R. Bukhari dan Muslim).[3]

c)       Ijma’
Berdasarkan Al-qur’an dan hadist menunjukkan bahwa transaksi atau perjanjian gadai dibenarkan dalam islam. Bahwa Nabi saw pernah melakukan namun demikian perlu di lakukan pengkajian lebih mendalam dengan melakukan ijtihad”.[4]














B.     Rukun dan syarat sahnya gadai syariah (Rhan).
1.      Rukun gadai syariah (Rhan)
a.       Ada orang yang menggadaikan.
b.      Akat gadai.
c.       Barang yang digadaikan.
d.      Ada utang.
2.      Syarat-syarat gadai syariah (Rhan)
Ulama figh mengemukakan syarat-syarat gadai syariah (rahin) sebagai berikut”.[5]
a.       Orang yang berakad adalah cakap bertindak hukum.
b.      Siqhat(lafal)
c.       Al-Marhum Bih (utang)
d.      Al-Marhun merupakan barang yang dijadikan jaminan.

C.    Persamaan dan perbedaan Gadai syariah (Rhan) dengan Gadai Konvensional.
1.      Persamaan Gadai syariah (Rhan) dengan Gadai Konvensional
a.       Hak gadai berlaku atas pinjaman utang.
b.      Adanya anggunan sebagai jaminan utang.
c.       Tidak boleh mengambil manfaat barang yang digadaikan.
d.      Biaya barang yang digadaikan ditanggung oleh pemberi gadai.
e.       Apabila batas waktu pinjaman utang telah habis, barang yang digadaikan boleh dijual atau dilelang.





2.      Perbedaan Gadai syariah (Rhan) dan Gadai Konvensional
a.       Gadai syariah (Rhan) dalam hukum islam dilakukan dengan cara suka rela atas dasar tolong menolong tampa mencari keuntungan, sedangkan gadai menurut hukum perdata disamping berprinsip tolong menolong juga menarik keuntungaan dengan cara menarik biaya atau sewa modal yang ditetapkan.
b.      Dalam hukum perdata, hak gadai hanya berlaku pada benda yang bergerak, sedangkan dalam hukum islam, Rhan berlaku pada seluruh harta.
c.       Dalam gadai syariah (Rhan) menurut hukum tidak ada istilah biaya.

D.    Pendapat ulama tentang hasil barang Gadai.
Jumhur ulama berpendapat bahwa pemegang gadai tidak boleh mengambil manfaat dari barang gadaian, akan tetapi segolongan ulama lain mengatakan jika barang gadaian itu dapat di manfaatkan sebagai kendaraan dan mengambil air susunya sekedar biaya pemeliharaan, maka berpedoman kepada hadist rasulullah saw, yaitu:
Artinya” apabila gadaian telah sah, maka yang berkuasa atas barang gadaian adalah si penerima gadai kecuali untuk memungut hasilnya”.

            Sedangkan mazhab ulama hanafi mengatakan, bahwa si penggadai tidak boleh mengambil manfaat dengan cara bagaimanapun. Kecuali diizinkan oleh si pemiliknya.
            Sedangkan sayyid sabiq berpendapat bahwa barang gadaian itu tanggungan si pemengan gadai, oleh karena itu dialah yang menanggng kerusakan. Ulama yang berpendapat dengan pendapat ini adalah abu hanifah dan kebanyakan ulama kuffah.
           

Sedangkan ulama malikiyyah berpendapat bahwa hasil dan barang gadaian itu adalah hak miliknya, selama pemegang gadai tidak mensyaratkan itu. Dalam hal adanya syarat ini, maka manfaat barang gadaian untuk si pemegang gadai dengan tiga syarat:
1.      Hutang itu dengan jual beli bukan hutang tunai.
2.      Pemegang gadai mensyaratkan bahwa manfaat barang gadai itu untuknya.
3.      Masa yang disyaratkan bahwa manfaat barang gadai itu untuknya.

E.     Pemanfaatan barang gadai menurut para ulama.
1.      Pendapat imam syafi’i
Bahwa orang yang menggadaikan adalah yang mempunyai hak atas manfaat barang yang digadaikan.
2.      Pendapat imam maliki (malikiyyah)
Bahwa hasil dari pada gadaian dan segala sesuatu yang di hasilkan dari padanya adalah hak yang menggadaikan.
3.      Pendapat imam ahmad ibn hambal (hambaliyah)
Pemengang agunan tidak boleh memanfaatkan barang agunan tersebut, karena barang itu bukan miliknya sepenuhnya.
4.      Ulama maliki dengan ulama syafi’i
Berpendapat bahwa sekalipun pemilik barang itu mengizinkannya, pemegang agunan tidak boleh memanfaatkan maka hasil pemanfaatan tersebut adalah riba.

F.Resiko kerusakan barang yang dijadikan jaminan (marhun)
Bila barang yang dijadikan jaminan (marhan) hilang di bawah penguasaan yang memberi utang (murtahin), maka yang memberi utang tidak wajib menggantikannya, kecuali bila rusak atau hilangnya itu karena kelalaian yang memberi utang atau karena disia-siakan.




G.    Ketentuan terhadap dalam pelaksanaan pegadaian syariah dan masa berakhirnya.
1.      Ketentuan yang terdapat dalam pelaksanaan gadai.
a.       Hak penerima gadai.
b.      Hak dalam gadai bersifat menyeluruh.
c.       Tambahan pada barang gadai.
Ø  Pengambilan manfaat barang gadai
Ø  Pengawasan harta gadai.
2.      Masa berakhirnya gadai.







[1] .Hendi Suhendi, figh Muamalah,(jakarta:Raja Grafindo persada, 2002), hlm. 105.
[2] .Ibid, hlm. 120
[3] .Imam Muslim, Shahih Muslim, juz. 1 (Mesir: Isa Al-Baby  Al-Halaby   Wa-Syirkah, 11). Hlm. 701.
[4] .Muhammad sholikun Hadi, pegadaian Syariah, (jakarta: salamba diniyah), 2003, Hlm. 41.
[5] .abdul Azis dahlan, ensiklopedi  hukum  islam,(jakarta: ikhtiar baru van hoeve,1996), hlm. 1481.

No comments:

Post a Comment