Tuesday, 25 October 2016

makalah qodariah dan tokoh yang mendirikan qodariah

BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
         Akhir-akhir ini banyak sekali orang-orang yang tidak mengerti sejarah tentang peradaban umat islam itu sendiri. Padahal jika kita membaca sejarah umat islam yang lalu, apalagi sejarah awal mulanya islam mengenal tentang politik, itu sangat berguna sekali bagi kedepannya umat islam, agar umat islam itu sendiri tidak sampai terjatuh kedua kalinya, karna pada masa lalu, perbuatan-perbuatan orang-orang islam banyak yang ‘’nyeleneh’’ atau keluar dari tuntunan-tuntunan mereka (al-qur’an & al-hadist). Maka dari itu kita harus tahu sejarah, karna dengan mempelajarinya kita akan lebih tahu dan bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Dengan ini kami disini akan membahas sebagian dari sejarah umat islam yang salah satunya adalah kaum ‘’qadariah’’. Kaum qadariah itu sendiri adalah kaum yang menolak akan adanya qadar dari tuhan,untuk lebih lengkapnya marilah kita baca makalah ini.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalahnya adalah:
1.      Pengertian Qadariah
2.      Sejarah Qadariah
3.      Doktrin-doktrin Qadariah
4.      Tokoh-tokoh Qadariah


C.     Tujuan  
Dari rumasan masalah diatas maka tujuannya:
1.     Supaya mahasiswa/i mengetahuai apa itu Qadariah dan bagaimana sejarahnya
2.     Supaya mahasiswa/i mampu memahami apa saja doktrin-doktrin Qadariah dan tokoh-tokohnya

















BAB II
PEMBAHASAN

A.     PENGERTIAN QADARIAH
 Qadariyah berasal dari bahasa arab, yaitu dari bahasa qadara yang artinya kemampuan dan kekuatan. Adapun menurut pengertian termonologi, Qadariyah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh tuhan. Aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap manusia adalah pencipta bagi segala perbuatannya ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri, berdasarkan pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa Qadariyah dipakai untuk nama aliran yang memberi penekanan atas kebebasan dalam hal ini, Harun Nasution menegaskan bahwa kaum Qadariyah berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai qudrah atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia harus tunduk pada qadar tuhan.[1]
Seharusnya sebutan Qadariyah diberikan kepada aliran yang berpendapat bahwa qadar menentukan segala tingkah laku manusia, baik yang bagus maupun yang jahat. Namun sebutan tersebut telah melekai kaum sunni, yang percaya bahwa manusia mempunyai kebebasan berkehandak. Menurut Ahmad Amin, sebutan ini diberikan kepada para pengikut faham qadar oleh lawan mereka dengan merujuk hadis yang menimbulkan kesan negatif bagi nama qadariyah. Kelahiran qadariah sendiri merupakan isyarat penentangan terhadap politik pemerintahan Bani Umayyah, walaupun kaum qadariah sendiri selalu mendapatkan tekanan dari pemerintahan Bani Umayyah namun kaum ini tetap selalu bisa berkembang. Golongan ini sendiri menyatakan bahwa tidak ada alasan yang tepat untuk menyadarkan segala perbuatan manusia kepada perbuatan tuhan.
B.     SEJARAH MUNCULNYA KAUM QADARIAH
 Paham qadariah itu sendiri muncul akibat pengaruh dari orang luar (orang nasrani yang masuk islam kemudian berbalik ke nasrani lagi). Muhammad ibn syu’aid yang memperoleh informasi dari Al-Auza’i mengatakan bahwa mula orang yang membawa atau memperkenalkan paham qadariah dalam kalangan islam itu sendiri adalan “SUSAN” seperti yang dijelaskan diatas, dia adalah orang nasrani yang masuk islam dengan tujuan mempengaruhi dan kemudian kembali lagi keagamanya lagi (Murtad).[2] Dan dari orang inilah petama kalinya Ma'bad ibn Khalif al-Juhani al-Basri dan Ghailan al-Dimasyqi memperoleh paham tersebut. Dan lahirnya qadariah itu sendiri dipengaruhi oleh paham bebas yang berkembang dikalangan pemeluk agama masehi (Nestoria).
Ma’bad Al-jauhani dan Ghailan Ad-Dimasyqi, menurut Watt adalah penganut Qadariyah yang hidup setelah Hasan Al-Basri. Kalau dihubungkan dengan keterangan Adz-Dzahabi dalam Mizan Al-I’tidal, seperti dikutip Ahmad Amin yang menyatakan bahwa Ma’bad Al-Jauhani pernah belajar pada Hasan Al-Bashri, maka sangat mungkin faham Qadariyah ini mula-mula dikembangkan oleh Hasan Al-Bashri, dengan demikian keterangan yang ditulis oleh ibn Nabatah dalam Syahrul Al- Uyun bahwa faham Qadariyah berasal dari orang Irak kristen yang masuk islam kemudian kembali lagi kekristen, adalah hasil rekayasa orang yang tidak sependapat dengan faham ini agar orang-orang yang lain tidak tertarik dengan pikiran Qadariyah. Lagi pula menurut Kremer, seperti dikutip Ignaz Goldziher.[3]
Golongan Qadariyah ini mengingkari Allah mengetahui perbuatan-perbuatan sebelum terjadinya dan meyakini Ia belum menentukannya. Mereka mengatakan, Tidak ada takdir, bahwa semua kejadian itu baru. Yaitu kejadian itu baru, tidak didahuluhi oleh takdir dan tidak diketahui Allah sebelumnya. Allah hanya mengetahui setelah adanya kejadian itu. Mereka berkeyakinan Allah tidak menciptakan perbuatan-perbuatan hamba-Nya dan takdir-Nya tidak berkaitan dengannya.
Dalam hal ini Max Hortan berpendapat, bahwa teologi Masehi di dunia Timur pertama-tama menetapkan kebebasan manusia dan pertanggungan jawabnya yang penuh dalam segala tindakannya. Karena dalil-dalil mengenai pendapat ini memuaskan golongan bebas Islam (Qadariyah), maka mereka merasa perlu mengambilnya.
 Menurut al-Zahabi dalam kitab Mizan al-l'tidal yang dikutip oleh Ahmad Amin, bahwa Ma'bad al-Juhani adalah seorang tabi'in yang dapat dipercaya (baik), tetapi dia telah memberi contoh dengan hal yang tidak terpuji, yaitu mengatakan tentang tidak adanya qadar bagi Tuhan. Dialah penyebar paham Qadariyah di Irak. Adapun Ghailan al-Dimasyqi (Abu Marwan Gailan ibn Muslim) adalah penyebar paham Qadariyah di Damaskus. Dia seorang orator, maka tidak heranlah jika banyak orang yang tertarik untuk mengikuti pahamnya.
Ada dua motif timbulnya paham Qadariyah ini, menurut hemat penulis disebabkan oleh 2 faktor. Pertama, faktor extern yaitu agama Nasrani, dimana jauh sebelumnya mereka telah memperbincangkan tentang qadar Tuhan dalam kalangan mereka. Kedua, faktor intern, yaitu merupakan reaksi terhadap paham Jabariyah dan merupakan upaya protes terhadap tindakan-tindakan penguasa Bani Umayah yang bertindak atas nama Tuhan dan berdalih kepada takdir Tuhan.
Apakah dengan kematian tokoh-tokohnya dan besarnya gelombang tantangan terhadapnya, kemudian paham Qadariyah ini mati atau terhenti? Memang benar secara organisasi atau aliran mereka tidak berwujud lagi, tetapi existensi ajarannya masih tetap berkembang, yaitu dianut oleh kaum Mu'tazilah. Bidah Qadariyah mempunyai dua konsepsi pokok yaitu, Pertama:   Mengingkari ilmu Allah, Kedua: Hamba-hambalah yang menciptakan perbuatan-perbuatan mereka dengan sendirinya (tanpa ada kaitannya dengan takdir Allah).
Perbedaan mereka dengan salaf adalah terletak pada konsepesi mereka yang menyatakan bahwa pebuatan-perbuatan hamba-hamba telah ditakdirkan untuk mereka dan dari hasil usaha mereka sendiri tidak ada kaitannya dengan kekuasaan Allah. Kebatilan madzhab yang terahir ini lebih ringan daripada madzhab pertama. Ibnu Taimiyah menjelaskan maksud perkatakaan-perkataan salaf yang mengafirkan Qadariy, “Para ulama salaf mengkafirkan golongan Qadariyah yang menolak al-Kitab dan ilmu Allah dan mereka tidak menvonis kafir seorang (Qadariy) yang menetapkan ilmu Allah dan seorang Qadariy yang mengingkari perbuatan-perbuatan hamba itu ciptaan Allah.
Imam Syafi’i, Imam Ahmad dan para imam yang lainnya menvonis kafir seorang Qadariy yang mengingkari ilmu Allah yang terdahulu. Golongan Qadariyah telah hilang, akan tetapi Mu’tazilah membangun konsepsinya di atas konsepsi Qadariyah dan menyebarluaskannya. Dengan demikian kita dapat memprediksikan bahwa Mu’tazilah mewarisi ilmu dari Qadariyah. Oleh karena itu Mutazilah disebut juga Qadariyah.
Berikut beberapa dalil yang mereka pakai : 
 “Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), Padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar), kamu berkata: "Darimana datangnya (kekalahan) ini?" Katakanlah: "Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri".
Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Ali Imran [3]: 165)
“Barangsiapa yang mengerjakan dosa, Maka Sesungguhnya ia mengerjakannya untuk (kemudharatan) dirinya sendiri. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”(QS. An-Nisa [4]:111)
 “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya, dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (QS. Ar-Ra’du [13]:11)
 “Dan Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.” (QS. Al-Kahfi [18])
Ahmad Amin, ada ahli teologi yang mengatakan bahwa Qadariyah pertama kali dimunculkan. Oleh Ma’bad Al-Jauhani dan Ghailan Ad-Dimasyqy. Ma’bad adalah seorang taba’i yang dapat dipercaya dan pernah berguru pada Hasan Al-Basri. Adapun Ghalian adalah seorang orator berasal dari Damaskus dan ayahnya menjadi maula Usman bin Affan.
Ibnu Nabatah dalam kitabnya Syarh Al-Uyum, seperti dikutip Ahmad Amin, memberi informasi lain bahwa yang pertama kali memunculkan faham Qadariyah adalah orang Irak yang semuala beragama kristen kemudian beragama islam dan balik lagi keagama kristen. Dari orang inilah Ma’bad dan Ghailan mengambil faham ini. Orang irak yang dimaksud, sebagaimana dikatakan Muhammad Ibnu Syu’i. Sementara itu, W. Montgomery watt menemukan dokumen lain melalui tulisan Hellmut Ritter dalam bahasa jerman yang dipublikasikan melaului majalah Der Islam pada tahun 1933. Artikel ini menjelaskan bahwa faham Qadariyah terdapat dalam kitab Risalah dan ditulis untuk Khalifah Abdul malik olah Hasan Al-Basri termasuk orang Qadariyah atau bukan. Hal ini memang menjadi perdebatan, namun yang jelas, berdasarkan catatannya terdapat dalam kitab Risalah ini ia percaya bahwa manusia dapat memilih secara bebas memilih antara berbuat baik atau buruk.
C.     DOKTRIN-DOKTRIN QADARIAH
Dalam kitab Al-Milal wa An-Nihal, pembahasan masalah Qadariyah disatukan dengan pembahasan tentang doktrin-doktrin Mu’tazilah, sehingga perbedaan antara kedua aliran ini kurang begitu jelas. Ahmad Amin juga menjelaskan bahwa doktrin qadar lebih luas di kupas oleh kalangan Mu’tazilah sebab faham ini juga menjadikan salah satu doktrin Mu’tazilah akibatnya, orang menamakan Qadariyah dengan Mu’tazilah karena kedua aliran ini sama-sama percaya bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk mewujudkan tindakan tanpa campur tangan Tuhan.[4]
Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghailan tentang doktrin Qadariyah bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya. Mansuia sendiri pula melakukan atau menjauhi perbuatan atau kemampuan dan dayanya sendiri. Salah seorang pemuka Qadariyah yang lain , An-Nazzam , mengemukakan bahwa manusia hidup mempunyai daya dan ia berkuasa atas segala perbuatannya. Dari beberapa penjelasan diatas ,dapat di pahami bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri. Mansuia mempunyai kewenangan untuk melakun segala perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat.[5] Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak pula Pokok-pokok ajaran Qadariah, menurut Prof.Dr.Ahmad dalam bukunya “Fajrul Islam” di kelompokkan terdiri dari beberapa bagian, yaitu:
1.Tentang perbuatan manusia
        Menurut Qadariah, bahwa manusia mempunyai kebebasan untuk berbuat dan bertindak. Oleh karena itu manusia bertanggung jawab sepenuhnya atas perbuatan sendiri. Manusia itu bebas berbuat atau tidak berbuat. Itulah sebabnya manusia berhak menerima pujian dan pahala atas perbuatannya yang baik, dan menerima celaan atau hukuman atas perbuatannya yang salah.
2.Tentang dosa besar
        Perbuatan dosa besar yang dilakukan oleh seorang mukmin kemudian mati  sebelum taubat maka orang tersebut kafir.
3.Tentang keesaan tuhan
Menurut faham Qadariah bahwa Allah itu esa dalam arti lain Allah itu tidak mempunyai sifat wajib dan jaiz. Menurut mereka allah itu mengetahui, berkuasa, hidup, mendengar dan melihat dengan dzat nya sendiri.
Pendapat yang menyatakan bahwa    Allah memiliki sifat qadim, mennurut Qadariah sama dengan mengatakan bahwa Allah itu lebih dari satu dan tidak bersekutu dengan segala hal.
4.Tentang akal manusia
        Menurut Qadariah bahwa akal manusia mampu mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, walaupun allah tidak menurunkan agama. Sebab, kata mereka sesuatu ada memiliki sifat yang menyebabkan baik atau buruk misalnya “benar” itu memiliki sifat yang menyebabkan baik, dan sebaliknya, “bohong” itu juga memiliki sifat sendiri yang menyebabkan buruk.
D.     TOKOH-TOKOH QADARIAH
1.       Abdullah ibn Umar
2.      Jabir ibn Abdullah
3.      Abu Hurairah
4.      ibn Abbas
5.      Anas ibn Malik
6.      Ma'bad ibn Khalif al-Juhani al-Basri
7.      Ghailan al-Dimasyqi
8.      Hasan Al-Bashri


BAB III
PENUTUP
A.     KESIMPULAN
 Jadi kaum qadariah itu sendiri adalah kaum yang tidak mengakui akan adanya qadar dari tuhan. Golongan qadariah ini perbuatannya mengingkari Allah. Mereka menganggap bahwa apa yang teradi terhadap diri manusia itu sendiri semua adalah hal-hal yang baru,jadi mereka tidak menganggap Allah SWT tidak pernah menciptakan qadar dan menganggap Alllah SWT tahu akan suatu kejadian setelah perbuatan itu sendiri terjadi.  Mereka berkeyakinan Allah tidak menciptakan perbuatan-perbuatan hamba-Nya dan takdir-Nya tidak berkaitan dengannya. Jadi golongan qadariah ini adalah golongan yang kafir,bagaimana tidak, yang mempunyai fikiran pertama atau yang menciptakan kaum qadariah ini sendiri adalah orang yang murtad, malah lebih hina dari pada mahluk Allah yg paling hina. Karna dia adalah orang nasrani yang masuk islam dan menyebarkan paham yang kafir dan setelah itu dia keluar dari islam dan kembali lagi ke agamanya semula.







DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Amin, Fajr Al-Islam, Kairo, 1994.
Al-Bagdadi, Al-Farq bain Al-firaq, Maktabah Muhammad Ali Subeih, Kairo.
Anwar Rosihon, Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka Setia, 2001.
Harun Nasution, Teologi Islam, Aliran-aliran Sejarah, Jakarta: Cipatut 1978.
Yunani Yusuf, Alam Pikiran Islam, Jakarta: 1990.




















[1] Harun Nasution, Teologi Islam, Aliran-aliran Sejarah, Jakarta: Cipatut 1978, hal.31
[2] Al-Bagdadi, Al-Farq bain Al-firaq, Maktabah Muhammad Ali Subeih, Kairo: Hal.  71
[3] Anwar Rosihon, Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka Setia, 2001, Hal 72
[4] Ahmad Amin, Fajr Al-Islam, Kairo: 1994. Hal 287
[5] Yunani Yusuf, Alam Pikiran Islam, Jakarta: 1990, Hal. 25

No comments:

Post a Comment